Banjir Bandang Puncak dan Jabodetabek Maret 2025: Penyebab dan Solusi

Surabaya - Pada awal Maret 2025, wilayah Puncak dan Jabodetabek kembali dilanda banjir bandang yang mengakibatkan kerugian materiil dan korban jiwa. Di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, banjir bandang menyebabkan satu orang meninggal dunia dan kerusakan infrastruktur, termasuk putusnya jembatan penghubung antar desa. Di wilayah Jabodetabek, ribuan warga terpaksa mengungsi akibat genangan air yang merendam permukiman mereka.
Penyebab Banjir Bandang
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengidentifikasi beberapa faktor penyebab banjir bandang di wilayah Puncak dan Jabodetabek. Salah satunya adalah tingginya curah hujan yang mencapai 377 mm per hari, tertinggi sejak tahun 1996. Selain itu, fenomena cuaca ekstrem yang diprediksi akan berlanjut hingga 11 Maret 2025 turut berkontribusi terhadap intensitas hujan lebat di wilayah tersebut.
Faktor lain yang mempengaruhi adalah degradasi lingkungan di kawasan hulu, seperti Puncak. Alih fungsi lahan dan deforestasi mengurangi kemampuan tanah dalam menyerap air, sehingga meningkatkan volume air yang mengalir ke wilayah hilir, termasuk Jabodetabek. Kepala BMKG menekankan pentingnya menjaga kawasan Puncak sebagai daerah tangkapan air (catchment area) untuk mencegah banjir di wilayah hilir.
Dampak dan Tanggapan Pemerintah
Banjir bandang ini menyebabkan ribuan warga di Jabodetabek mengungsi. Di Jakarta, sebanyak 1.229 warga terpaksa meninggalkan rumah mereka akibat banjir yang merendam permukiman. Pemerintah daerah menetapkan status darurat dan mengerahkan tim gabungan untuk melakukan evakuasi serta memberikan bantuan kepada korban terdampak.
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menekankan pentingnya penataan ruang yang tepat, khususnya di kawasan Puncak, untuk mencegah banjir di wilayah hilir. Upaya ini meliputi pengendalian alih fungsi lahan dan reforestasi area kritis.
Solusi Jangka Panjang
Untuk mengatasi masalah banjir bandang di wilayah Puncak dan Jabodetabek, diperlukan pendekatan holistik yang mencakup:
1. Pengelolaan Tata Ruang yang Berkelanjutan: Penataan ruang yang mempertimbangkan daya dukung lingkungan, termasuk pembatasan alih fungsi lahan di kawasan hulu dan pengembangan ruang terbuka hijau di perkotaan.
2. Reforestasi dan Konservasi Lahan: Penanaman kembali hutan di area kritis serta konservasi lahan untuk meningkatkan kapasitas resapan air dan mencegah erosi.
3. Peningkatan Infrastruktur Drainase: Pembangunan dan perbaikan sistem drainase yang efektif untuk mengalirkan air hujan dengan cepat dan mencegah genangan.
4. Edukasi dan Partisipasi Masyarakat: Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga lingkungan dan keterlibatan aktif dalam program konservasi.
Dengan implementasi langkah-langkah tersebut, diharapkan risiko banjir bandang di masa mendatang dapat diminimalisir, sehingga masyarakat dapat hidup dengan lebih aman dan nyaman.