Surabaya - Gas LPG 3 kilogram, yang dikenal sebagai "gas melon", telah menjadi kebutuhan pokok bagi banyak rumah tangga dan pelaku usaha kecil di Indonesia. Namun, belakangan ini, masyarakat di berbagai daerah mengeluhkan sulitnya mendapatkan gas bersubsidi ini. Kelangkaan ini tidak hanya mengganggu aktivitas sehari-hari, tetapi juga menimbulkan pertanyaan mengenai penyebab dan solusi yang dapat diambil.
Penyebab Kelangkaan Gas LPG 3 kg
Salah satu faktor utama yang menyebabkan kelangkaan adalah penetapan kuota elpiji bersubsidi untuk tahun 2025 yang lebih rendah dibandingkan realisasi penyaluran pada tahun sebelumnya. Hal ini mengakibatkan pasokan yang tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Selain itu, mulai 1 Februari 2025, pemerintah memberlakukan larangan penjualan LPG 3 kg melalui pengecer tidak resmi. Kebijakan ini bertujuan untuk memastikan distribusi yang tepat sasaran, namun di sisi lain menyebabkan masyarakat kesulitan mengakses gas melon karena terbatasnya jumlah pangkalan resmi.
Namun, setelah mendapat berbagai masukan dari masyarakat, pemerintah kembali mengizinkan pengecer menjual LPG 3 kg dengan syarat mereka harus mendaftar sebagai sub-pangkalan resmi melalui aplikasi Merchant Apps Pangkalan (MAP). Langkah ini diharapkan dapat menjaga distribusi gas tetap merata dan menghindari praktik harga yang tidak terkendali.
Alternatif Bahan Bakar bagi Masyarakat
Dengan adanya kendala dalam distribusi dan ketersediaan LPG 3 kg, penting bagi masyarakat untuk mempertimbangkan alternatif bahan bakar yang lebih berkelanjutan dan mudah diakses. Berikut beberapa opsi yang dapat dipertimbangkan:
1. Biogas: Dihasilkan dari fermentasi bahan organik seperti limbah rumah tangga dan kotoran hewan, biogas merupakan sumber energi terbarukan yang ramah lingkungan. Pemanfaatan biogas tidak hanya mengurangi ketergantungan pada LPG, tetapi juga membantu mengelola limbah secara efektif.
2. Bioetanol: Diproduksi melalui fermentasi bahan-bahan seperti tebu, jagung, dan singkong, bioetanol dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif. Indonesia saat ini tengah mengembangkan bioetanol sebagai pengganti BBM, dengan memanfaatkan tanaman lokal yang melimpah.
3. Biodiesel: Dibuat dari minyak nabati seperti kelapa sawit, biodiesel dapat digunakan sebagai pengganti solar. Pemerintah Indonesia telah menerapkan kebijakan mandatori B35, yaitu campuran 35% biodiesel dengan 65% diesel, untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.
4. Gas Alam Terkompresi (CNG): CNG adalah gas alam yang dikompresi dan dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif. Penggunaan CNG sebagai bahan bakar kendaraan telah diterapkan di beberapa negara dan menawarkan emisi yang lebih rendah dibandingkan dengan BBM konvensional.
Upaya Pemerintah dalam Mengatasi Masalah
Untuk mengurangi ketergantungan pada impor LPG, pemerintah Indonesia berencana meningkatkan produksi LPG domestik sekitar 1 juta ton per tahun. Langkah ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri dan mengurangi kelangkaan yang terjadi.
Selain itu, pemerintah juga mendorong diversifikasi energi dengan mengembangkan berbagai sumber energi terbarukan seperti bioetanol dan biodiesel. Upaya ini tidak hanya bertujuan untuk memastikan ketersediaan energi bagi masyarakat, tetapi juga untuk mendukung transisi menuju energi yang lebih bersih dan berkelanjutan.
Kelangkaan gas LPG 3 kg menjadi tantangan serius bagi masyarakat Indonesia. Namun, dengan mempertimbangkan dan mengadopsi alternatif bahan bakar yang tersedia, serta mendukung upaya pemerintah dalam diversifikasi energi, diharapkan masalah ini dapat diatasi. Penting bagi semua pihak untuk bekerja sama dalam mencari solusi yang berkelanjutan demi kesejahteraan bersama.