Mendidik Anak 'Nakal' ala Militer: Solusi atau Ilusi?

Surabaya - Baru-baru ini, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi meluncurkan program pendidikan karakter bagi siswa yang dianggap "nakal" dengan mengirim mereka ke barak militer untuk menjalani pelatihan disiplin dan pembinaan mental. Program ini bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai kedisiplinan, tanggung jawab, dan nasionalisme melalui pendekatan semi-militer. Namun, kebijakan ini memicu perdebatan di kalangan masyarakat, pendidik, dan pemerhati hak anak.
Tujuan dan Pelaksanaan Program
Program ini menyasar siswa SMP yang menunjukkan perilaku menyimpang atau melanggar aturan sekolah. Di barak militer, mereka mengikuti berbagai kegiatan seperti latihan fisik, penguatan kedisiplinan, pendidikan kebangsaan, serta pembinaan mental dan keagamaan oleh pemuka agama. Tujuannya adalah untuk membentuk karakter yang lebih baik dan mengembalikan mereka ke jalur pendidikan yang positif.
Dukungan dan Harapan
Beberapa pihak mendukung program ini dengan alasan bahwa pendekatan militer dapat memberikan efek jera dan membentuk kedisiplinan yang kuat pada anak-anak yang sulit diatur. Menteri Hak Asasi Manusia, Natalius Pigai, menyatakan bahwa program ini tidak melanggar hak asasi manusia selama dilakukan dengan pendekatan edukatif dan tidak bersifat represif. Ia menekankan pentingnya pembinaan karakter yang kuat bagi generasi muda dalam menghadapi tantangan global.
Kritik dan Kekhawatiran
Namun, banyak pihak yang mengkritik pendekatan ini. Pengamat pendidikan menilai bahwa pendidikan karakter berbasis militer dapat memberikan dampak psikologis negatif bagi anak-anak, seperti stigmatisasi dan perubahan relasi sosial yang tidak sehat. Ia juga menyoroti pentingnya pendampingan psikologis yang objektif dan independen untuk menilai kondisi setiap anak sebelum mengikuti program semacam ini.
Banyak akademisi juga menyatakan bahwa pendekatan militeristik berisiko menciptakan trauma bagi anak-anak yang ditempatkan di lingkungan disiplin ketat. Ia menekankan bahwa intervensi pendidikan harus dilakukan secara sistematis dan bukan dengan cara-cara instan yang justru dapat memperburuk kondisi anak.
Pendekatan Alternatif dalam Pendidikan Anak
Sebagai alternatif, beberapa ahli menyarankan pendekatan yang lebih humanistik dan berbasis pada pemahaman psikologis anak. Misalnya, pendekatan "gentle parenting" yang menekankan komunikasi, empati, dan pemahaman terhadap kebutuhan emosional anak. Pendekatan ini bertujuan untuk membangun hubungan yang sehat antara orang tua dan anak serta membantu anak mengembangkan kontrol diri dan tanggung jawab secara internal.
Kesimpulan: Mencari Jalan Tengah
Pendekatan militer dalam mendidik anak-anak yang dianggap "nakal" memang menawarkan solusi cepat dalam membentuk kedisiplinan. Namun, penting untuk mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap psikologis anak dan memastikan bahwa metode yang digunakan tidak melanggar hak-hak mereka. Pendidikan karakter sebaiknya dilakukan dengan pendekatan yang seimbang, menggabungkan disiplin dengan empati, serta melibatkan peran aktif orang tua, guru, dan tenaga profesional lainnya.