Hari Kartini 2025: Menggugat Pendidikan Tanpa Makna

Surabaya - Setiap 21 April, bangsa Indonesia memperingati Hari Kartini sebagai penghormatan kepada Raden Ajeng Kartini, pelopor emansipasi perempuan. Namun, di tengah perayaan yang seringkali bersifat seremonial, penting untuk merenungkan kembali esensi perjuangan Kartini, terutama kritiknya terhadap sistem pendidikan yang tidak bermakna.
Kritik Kartini terhadap Pendidikan Kolonial
Dalam surat-suratnya, Kartini mengungkapkan kekecewaannya terhadap pendidikan yang hanya menekankan aspek kognitif tanpa menyentuh budi pekerti. Ia menulis, "Seorang guru bukan hanya sebagai pengasah pikiran saja, melainkan juga sebagai pendidik budi pekerti" . Kartini menekankan bahwa pendidikan harus membentuk karakter, bukan sekadar transfer ilmu.
Pendidikan sebagai Alat Emansipasi
Kartini melihat pendidikan sebagai kunci untuk membebaskan perempuan dari belenggu adat yang membatasi peran mereka. Ia menyatakan, "Kami di sini memohon diusahakannya pengajaran dan pendidikan anak-anak wanita... karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita". Bagi Kartini, pendidikan bukan untuk menyaingi laki-laki, tetapi untuk memberdayakan perempuan dalam perannya sebagai ibu dan pendidik pertama anak-anak.
Relevansi Pemikiran Kartini di Era Modern
Meski telah lebih dari seabad berlalu, kritik Kartini terhadap pendidikan masih relevan. Di era modern, tantangan pendidikan bukan hanya akses, tetapi juga kualitas dan makna. Pendidikan yang bermakna harus mampu membentuk individu yang cerdas secara intelektual dan emosional, serta memiliki integritas moral.
Meneladani Kartini dalam Pendidikan
Sebagai bagian dari dunia pendidikan, kita dapat meneladani semangat Kartini dengan:
- Mengintegrasikan nilai-nilai karakter dalam pembelajaran.
- Mendorong partisipasi aktif perempuan dalam bidang STEM.
Mengembangkan metode pembelajaran yang holistik, tidak hanya fokus pada aspek kognitif tetapi juga afektif dan psikomotorik.
Hari Kartini bukan sekadar perayaan, tetapi momen refleksi terhadap esensi pendidikan. Kritik Kartini terhadap pengajaran yang tidak bermakna mengingatkan kita untuk terus memperjuangkan pendidikan yang holistik dan memberdayakan. Sebagai pendidik, mari kita lanjutkan perjuangan Kartini dengan menciptakan pendidikan yang bermakna bagi semua.